SIARAN PERS BKKBN

Nomor :1154/M.C/IX/2023-AP

Kontrasepsi Jangka Panjang, Pilihan Wanita dan Pria Moderen (Refleksi dalam memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia)

BKKBN — Napak tilas perjalanan program keluarga berencana di Provinsi Nusa tenggara Timur tak terpisahkan dengan perjalanan program KB nasional yang secara resmi di mulai sejak tahun 1970 atau di kenal sebagai periode implementasi, di mana taggung jawab pelaksanaan program dialihkan kepada pemerintah   sesuai Keputusan Presiden no. 8 tahun 1970, tanggal 22 Januari  tentang Kelembagaan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 

Sebagai lembaga pemerintah non departemen yang diresmikan tanggal 29 Juni tahun 1970, dengan seorang ketua diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tanggal ini kemudian pada tahun 1983 diresmikan sebagai Hari Keluarga Nasional. 

Dalam sambutan peresmian dan pelantikan dr. Soewardjono Surjaningrat, sebagai Kepala BKKBN  pertama, Presiden Soeharto mengatakan: “ Berhasil atau tidaknya program KB dilaksanakan akan menentukan pula berhasil atau tidaknya usaha untuk mewujutkan kesejahteraan bangsa.”

Presiden mengakui bahwa jumlah penduduk yang besar  merupakan salah satu potensi pembangunan, akan tetapi dengan jumlah yang besar saja tanpa disertai peningkatan kesejahteraan, maka akan menimbulkan bencana yang sama besarnya.

Sejarah program mencatat bahwa dr. Soewardjono Surjaningrat ditunjuk Presiden Soeharto sebagai Kepala BKKBN pertama periode  1970-1983. Pada tahun 1981 Soewardjono Surjaningrat diangkat menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia, sambil menjabat sebagai Kepala BKKBN sebelum diserahkan kepada Dr. Haryono Suyono. 

Kerja sama antara Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Soewardjono Surjaningrat dan Kepala BKKBN Dr. Haryono Suyono, dikukuhkan dalam Instruksi bersama pada tanggal 29 Juni 1983 tentang: Kerjasama Pembentukan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang kita kenal sampai saat ini ( Mengabdi Tugas Kemanusiaan, 2008: 174). 

Tahapan implementasi program dibagi menurut periode waktu pembangunan lima tahunan. Pada era pembangunan lima tahun pertama, yaitu tahun 1069/1970, program KB dilaksanakan pada daerah Jawa dan Bali yang padat penduduknya dengan pendekatan Koordinasi Aktif.  

Tujuan program untuk menurunkan kelahiran disamping program lainnya untuk meningkatkan kualitas penduduk seperti peningkatan kesejahteraan ibu dan anak termasuk Gizi yaitu Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK).

Sebagai organisasi pada tahun 1971 BKKBN telah menggunakan logo “Keluarga Empat“ sesuai Keputusan No. 248, dan pada tahun 1972 logo “Keluarga Empat “ dicantumkan dalam kepingan mata uang Lima Rupiah. 

Pada tahun 1971 lahir PLKB sebagai tenaga andalan program Keluarga Berencana di lini lapangan.

Pada era pembangunan lima tahun ke dua yaitu tahun 1974/1975-1978/1979, melalui strategi perluasan jangkauan program KB dilaksanakan di luar Jawa Bali dengan sebutan Luar Jawa Bali I ( LJB. I ). 

Tujuan program adalah  menurunkan tingkat fertilitas  sampai 50% pada tahun 1990 dibandingkan dengan keadaan tahun 1970. Pendekatan program yang digunakan adalah pendekatan integratif.

Setelah lima tahun perjalanan program, pada tahun 1975 dicanangkan konsep “Panca Warga“ yaitu keluarga yang terdiri dari lima orang yaitu: ayah ibu ditambah  tiga orang anak. Selanjutnya pada tahun 1977 dicanangkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dan konsep panca warga menjadi slogan NKKBS. 

Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1978 disebutkan tujuan Program KB untuk memperbaiki kesejahteraan ibu dan anak, untuk menciptakan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kebijakan kependudukan diarahkan kepada peningkatan dan intensifikasi program untuk menurunkan kelahiran melalui pemakaian kontrasepsi, meningkatkan keterpaduan program KB dan pembangunan lainnya. 

Pengembangan jangkauan wilayah program KB Luar Jawa Bali I (LJB I) meliputi wilayah Sumatera, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan ( LJB I ).

Pada masa pembangunan lima tahunan ke tiga 1979/1980-1983/1984, Fokus perhatian selain penurunan fertilitas, perhatian juga diarahkan kepada upaya peningkatan usia harapan hidup serta upaya menurunkan mortalitas  dengan pendekatan kemasyarakatan. 

Program diperluas keseluruh provinsi di Indonesia dengan sebutan LuarJawa Bali II (LJB II) termasuk Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu dimulainya Pendidikan Kependudukan dan peningkatan partisipasi masyarakat.

Pada tahun 1980, ketika program KB sudah diterima di seluruh provinsi di Indonesia barulah dinyatakan  Konsep Catur Warga tanda untuk  dua anak cukup. Konsep keluarga dengan dua anak diperkenalkan sesuai dengan arah program.

Untuk memperkuat KB digunakan strategi Panca Karya. Karya I: Ditujukan kepada PUS dengan umur isteri di bawah 30 tahun dengan  paritas kurang dari dua orang, agar puas dan bahagia dengan memiliki dua anak saja, menerima dan melaksanakan KB secara lestari. Karya II: Mendorong PUS berumur di atas 30 tahun dengan paritas lebih dari dua orang anak, agar tidak menambah jumlah anak, dan menerima  serta melaksanakan KB secara lestari, dengan pilihan metode  kontrasepsi efektif terpilih ( MKET ) yang kini dikenal dengan nama metode kontrasepsi jangka panjang ( MKJP ). 

Karya III:  ditujukan kepada generasi muda untuk menerima dan membudayakan gagasan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera ( NKKBS ) sebagai suatu sikap dan nilai baru dalam kehidupan generasi muda. Karya IV: ditujukan untuk pelembagaan dan pembudayaan fisik, sosial dan ekonomi, dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan NKKBS. 

Karya V: Pelembagaan dan pembudayaan secara mental spiritual, melalui sikap kemandirian, semangat dan motivasi untuk kehidupan masa depan dengan rasa optimisme dalam menyiapkan sumberdaya manusia dalam keluarga yang berkualitas dan tercipta ketenangan jiwa, dan kebahagiaan batin, terutama dalam memaknai harkat dan nilai anak serta prinsip reproduksi manusia. Pendekatan program yang digunakan adalah pendekatan kemasyarakatan.

Pembangunan lima tahunan ke empat, yaitu tahun 1984/1985-1988/1989.  Perhatian program diarahkan kepada penurunan angka kelahiran, peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, peningkatan angka harapan hidup dan penurunan mortalitas terutama bayi dan anak.

Pembangunan lima tahunan ke lima yaitu tahun 1989/1990-1993/1994. Merupakan periode akhir Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I), kegiatan program diarahkan  kepada mengendalikan pertumbuhan penduduk dalam rangka peningkatan SDM, menurunkan angka kelahiran baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan kesejahteraan penduduk dan masyarakat, meningkatkan kualitas penduduk.

Pada periode ini diundangkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Undang-Undang ini kemudian diamandemen menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No.52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai landasan formal pelaksanaan Revitalisasi Program KB pada Era Reformasi.

Pembangunan lima tahunan ke enam dimulai tahun 1994/1995-1998/1999. Kebijakan program sama dengan pelita sebelumnya dengan penekanan pada jumlah dan penduduk usia muda, peningkatan akses pendidikan bagi penduduk usia muda  dengan program wajar 9 tahun, pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan secara lebih terpadu dan penyediaan lapangan kerja.

Tahun 1998 merupakan awal Era Reformasi. Era reformasi diawali dengan perubahan di lingkungan strategis di mana isu globalisasi, demokratisasi, dan hak azasi manuisa (HAM) gencar disuarakan, selain isu otonomi daerah,. globalisasi, dan demokratisasi, menyebabkan menguatnya tuntutan untuk mengadopsi prinsip pembangunan yang disepakati  dalam ICPD Kairo tahun 1994 dan MDGs tahun 2000, penghormatan terhadap hak azasi manusia, kesetaraan gender, pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berwawasan kependudukan.

Isu otonomi daerah terkait dengan pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, di mana KB bukan instansi yang masih vertikal, bukan pula institusi daerah yang wajib dibentuk. Untuk kebutuhan pelayanan kemasyarakatan pemerintah daerah kabupaten kota membentuk kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah ( OPD) dengan Peraturan Daerah (Perda)  sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Daerah. 

Kemudian pada tahun 2003 BKKBN Kabupaten Kota, diserahkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Kota, ketika semua organisasi perangkat daerah telah terbentuk, dan BKKBN dimerger ke OPD yang ada sesuai dengan keputusan Bupati atau Wali Kota. 

Pada era desentralisasi ini program KB mengalami masa transisi dari tahun 2004-2006, pengendalian program secara berjenjang kurang berjalan, PLKB sebagai ujung tombak pelaksanaan program di akar rumput  berada di luar kendali, bahkan dimutasikan ke sektor lain tanpa pergantian dan program KB melemah. 

Pada tahun 2003/2004 diselenggarakan SDKI, dan hasilnya menggambarkan bahwa TFR meningkat, CPR stagnan, unmed need tinggi. Hasil SDKI ini disinyalir bahwa sejak program KB diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten-kota, komitmen politis dan operasional menjadi lemah, dan bilamana keadaan ini berlangsung lama diprediksi bahwa keberhasilan program KB selama tiga dasawarsa akan hilang dan akan terjadi ledakan kelahiran bayi kembali.

Kesadaran inilah menjadi angin buritan untuk advokasi tentang revitalisasi dan penguatan kembali program KKB.

Advokasi yang dilakukan menghasilkan produk hukum dengan keluarnya PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota. 

Juga terbit PP Nomor  41 tahun 2007, di mana Keluarga Berencana masuk dalam rumpun Pemberdayaan Perempuan. Berdasarkan amanat PP 41 ini,  di tingkat  kabupaten dan kota dibentuk lembaga Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB dalam berbagai tipe organisasi sesuai ketentuan dan kebutuhan daerah, baik dalam bentuk Dinas, Badan atau Kantor. 

Advokasi terus dilakukan untuk amandemen UU. Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Pada 29 Oktober 2009 keluar UU No. 52 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. UU ini sebagai landasan formal pelaksanaan Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia, di mana nomenklatur Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 

Pada tahun 2014 keluar UU Republik Indonesia Nomor  23 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam UU tersebut diatur hal yang berkaitan dengan klasifikasi urusan pemerintahan di mana urusan pemerintahan yang bersifat absolut, sepenuhnya menjadi taggung jawab Pemerintah Pusat yang terdiri dari 6 urusan yaitu: Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan,Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, Agama.

Dalam hal ini Pemerintah Pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan kepada instansi vertikal di daerah atau Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan yang bersifat Konkuren terbagi antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten-Kota. 

Pendekatan kemitraan terus digalang terutama dengan sector kesehatan dengan melatih tenaga pelayanan kontrasepsi dan tenaga pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi. Melalui latihan dasar umum tenaga PLKB disiapkan dengan kompetensi untuk melakukan penggerakan terhadap keluarga sasaran atau calon akseptor dan aspek teknis program lainnya. 

Melalui pelatihan dasar PLKB, tenaga program ini diberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, anatomi organ reproduksi sebagai dasar  untuk menjelaskan kepada calon akseptor sebagai bentuk KIE medis dalam komunikasi interpersonal dan cara pendekatan kepada masyarakat dengan 10 langkah kerja PLKB, sebagai bagian dari mekanisme operasional program di linilapangan.

Keterbatasan jumlah PLKB dengan luasnya wialayah kerja, topografi wilayah yang sulit dijangkau maka KIE dan konseling kontrasepsi memberikan pilihan alat kontrasepsi dalam rahim yaitu spiral, dan beberapa tahun kemudian disediakan alat kontrasepsi bawah kulit implan dengan enam batang untuk masa waktu pemakaian lima tahun, selain komtrasespi mantap baik medis operasi wanita maupun medis operasi pria.

Tawaran kontrasepsi dimaksud agar setiap calon akseptor memperoleh tiga manfaat keluarga berencana untuk kepentingan menunda kehamilan pertama karena ibu pasangan usia subur berumur kurang dari 20 tahun, untuk menjarangkan kehamilan atau spacing, dan untuk mengakhiri kesuburan.

Oleh karena itu calon akseptor mendapatkan penjelasan tentang cara kontrasespsi rasional dengan pilihan kontrasepsi yang efektif sesuai dengan tujuan penggunaan, dan kondisi kesehatannya untuk secara bebas dan bertanggung jawab memutuskan menggunakan atau tidak menggunakan sesuai dengan hak reproduksinya.

Penyampaian infromasi terkait berbagai substansi kontrasepsi secara terbuka memberikan pembelajaran kepada calon akseptor dan masyarakat terutama kaum perempuan secara perlahan belajar tentang tubuhnya, karena berbagai risiko peristiwa reproduksi berakibat langsung terhadap keselamatan nyawa ibu dan bayi yang dilahirkan.

Itu sebabnya mengukur derajat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merujuk kepada tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi bukan kematian bapak.

Perjalanan panjang selama dua dasawarsa telah meletakan fondasi program secara kokoh dengan tawaran kontrasepsi modern di satu sisi dan tawaran Metode Ovulasi Bilings (MOB) pada sisi lain oleh pengiat keluarga berencan alamiah (KBA), karena metode ini telah diakui oleh pemerintah sesuai dengan surat Kepala BKKBN N0. 6668/K.S.002/E2/90, tanggal 28 Desember 1990. Petugas KB dibekali dengan berbagai seluk beluk pengetahuaan tentang kontrasepsi moderen, tetapi juga pengetahuaan tentang MOB, untuk secara bersamaan dijelaskan setiap kali melakukan kunjungan rumah. 

Terhadap keluarga yang memilih MOB, akan dicatat sebagai peserta KBA,walaupun tidak tercakup dalam system pencatatan dan pelaporan dengan syarat mampu menjelaskan kepada petugas KB tentang  MOB, tahu dan menjelaskan minimal tiga jenis kontrasepsi modern, dan anak terakhir berusia dua tahun. 

Bagi keluarga yang memilih kontrasepsi modern maka metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) menjdi alternative pilihan dalam mengatur reproduksinya. Berbagai strategi dilakukan untuk meningkatkan akses pelayanan MKJP di Nusa Tenggara Timur dalam memenuhi permintaan masyarakat. 

Untuk kebutuhan VTP digalang kerja sama dengan Perlumpulan Komtrasepsi.Mamtqp.I domesia (PKMI) pusat untuk melakukan pelatihan VTP terhadap tenaga dokter dan dibentuk tim dokter VTP keliling. 

Kebutuhan MOW dirintis melalui kemitraan dengan Rumah Sakit AURI Jakarta. Pembelajaran dari penglaman kemitraan untuk pelayanan MOW di beberapa kabupaten dan teralhir di kabupaten Rote Ndao bulan Mei 2011, dan berhasil terlayani 351 akseptor baru  MOW selama dua hari pelayanan.  Praktek baik dari berbagai kerja sama kemitran ini menjadi pengalaman bermakna dan berlanjut sampai saat ini. 

Semoga Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) terus mejadi pilihan wanita dan pria modern dalam membangun keluarga berkualitas.

   Labuan Bajo, 25 September 2023.

Penulis: Andreas Asan/Pemerhati Program Bangga Kencana 

Editor: Santjojo Rahardjo

Rilis: Selasa, 26 September 2023

Media Center BKKBN

mediacenter@bkkbn.go.id

0812-3888-8840

Jl. Permata nomor 1 

Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009  tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.