SEMARANG, BKKBN – Kesejahteraan keluarga yang rendah akan memperburuk risiko stunting pada anak. Maka, perlu penanganan yang komprehensif dan terstruktur, tidak melulu sektoral.
Hal itu dikatakan dr. Ratih Dewantisari, yang ditemui setelah menjadi narasumber mewakaili Perwakilan BKKBN Jawa Tengah pada kegiatan ‘Komunikasi Informasi dan Edukasi Bangga Kencana, bersama Anggota Komisi IX DPR RI’, Senin (29/01)/2024), di Desa Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Stunting dan kondisi keluarga yang sejahtera memiliki keterkaitan yang cukup erat. Berdasarkan Riskesdes 2013, bahwa kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan menjadi penyebab terjadinya stunting.
Dokter Ratih menjelaskan penanganan yang komprehensif dimaksud adalah dengan tidak terfokus pada kesiapan pemenuhan gizi saja. Perlu juga dipersiapkan kesiapan mental dan finansial.
Maka, tidak salah jika BKKBN menganjurkan usia pernikahan minimal bagi lak-laki adalah 25 tahun. Karena pada usia tersebut, laki-laki berada pada kondisi mental yang lebih matang, dan dalam keadaan finansial yang lebih baik.
Tingginya kemiskinan dan kebersihan yang buruk sangat memberi pengaruh pada terjadinya stunting. “Rata-rata masyarakat dengan kemiskinan ekstrim, memiliki sanitasi yang buruk. Seperti jamban yang dekat dengan sumber air. Padahal ini sangat berisiko pada terjadinya diare, yang kemudian jika penanganan nya kurang tepat akan bersinggungan dengan stunting,” kata dr. Ratih.
Kesejahteraan keluarga yang berdampak pada terjadinya stunting bisa terjadi karena faktor ekonomi yang minim, kelengkapan keluarga yang ditinggal ibu/bapak harus bekerja ke luar negeri, sampai terjadinya perceraian yang mempengaruhi psikologis anak.
Hal tersebut seharusnya bisa dicegah dengan melakukan prakonsespi nikah. Merencanakan masa depan, sebelum melakukan pernikahan.
Tidak kalah penting saat kegiatan berlangsung, dr. Ratih memaparkan pencegahan stunting dalam hal asupan gizi dan pola asuh. Mencegah stunting, mulai dari masa remaja dengan memastikan remaja putri tidak mengalami anemia.
Selain itu, melakukan cek kesehatan tiga bulan sebelum menikah ke fasilitias kesehatan terdekat. Ketika hamil memperbanyak asupan protein hewani. Melakukan cek kesehatan semasa hamil minimal enam kali, termasuk terhindar dari paparan rokok.
“Tidak kemudian hanya dikerjakan oleh ibu dan calon ibu saja njih, bapak dan calon bapak juga harus ambil peran. Dengan tidak merokok didekat ibu yang sedang hamil, stop merokok dulu sebelum berencana memiliki anak agar kualitas sperma dalam kondisi yang bagus, dan jangan lupa berikan kasih sayang terbaik untuk istrinya,” ujarnya kepada 300 warga Desa Tulung yang hadir.
* Komprehensif
Dalam hal penanganan dengan terstruktur dari pusat ke lapisan terbawah, dengan melibatkan lintas pemerintahan, dr. Ratih mencontohkan BKKBN bersama Komisi IX DPR RI, dengan Pemerintah Provinsi ataupun Kabupaten/Kota, TP PKK, POLRI/TNI, maupun organisasi kemasyarakatan yang memiliki kesamaan visi untuk menekan stunting di Indonesia.
Dengan penanganan yang komprehensif dan dilakukan secara gotong royong, lintas lembaga, kementerian dan masyarakat, maka proses penanganan dan pencegahan, maupun pengambilan keputusan menjadi lebih obyektif dan tepat sasaran.
Bersama anggota Komisi IX DPR RI, Perwakilan BKKBN Jawa Tengah melakukan intervensi stunting melalui kegiatan ‘Komunikasi Informasi dan Edukasi Bangga Kencana’. Bergiliran dari satu kota ke kota, keduanya menyisir setiap daerah dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, untuk mempromosikan percepatan penurunan stunting.
“Kita atasi stunting bersama-sama njih bapak ibu. Demi masa depan Indonesia kita tercinta,” ujar anggota DPR Komisi IX tersebut.
Dalam hal intervensi ekonomi keluarga, perwakilan BKKBN Jawa Tengah melalui Tim Kerja Ketahanan Keluarga dan Pencegahan Stunting terus berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan berbagai program sensitif dan spesifik.
Sebut saja program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, yaitu pembinaan kelompok UPPKA terutama yang menjadi target ProPN (Proyek Prioritas Nasional), yaitu kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) yang memiliki keluarga akseptor KB MKJP dan keluarga rentan stunting.
Pentingnya membangun keluarga sejahtera, menjadi hal yang sepatutnya sudah direncanakan. BKKBN dengan program GenRe, Kampung KB, termasuk alat kontrasepsi KB, menjadi salah satu tools yang bisa masyarakat gunakan untuk aktif menjadi keluarga berencana dan berkualitas, untuk mencapai keluarga sejahtera dan bebas stunting.*
Penulis: Dadang
Editor: Santjojo Rahardjo
Tanggal Rilis: Selasa, 30 Januari 2024
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.