JAKARTA, BKKBN — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan TPK (Tim Pendamping Keluarga) yang beranggotakan bidan, kader KB, dan kader PKK menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Indonesia.
“TPK menjadi ujung tombak karena kita paham sekali banyak program yang sudah didesain dengan sangat baik dari pusat dari daerah dari desa. Kemudian yang menjadi tantangan adalah memastikan paket manfaat dari program yang sudah dikemas tersebut itu sampai pada kelompok sasaran. Kemudian bantuan program tersebut dimanfaatkan secara tepat. Kalau kita sudah tahu indikator-indikator ini maka kita bisa memahami apa saja yang perlu dicermati dari masing-masing kelompok sasaran,” kata Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak dr. Irma Ardiana, MAPS secara daring melalui zoom meeting dalam paparannya pada acara Temu TPK se-Maluku Selasa (14/11/2023).
Ia mengungkapkan beberapa peran penting TPK dalam upaya memberikan pendampingan terhadap kelompok sasaran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021.
“Yang pertama adalah kita perlu memastikan untuk meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga. Oleh karenanya rekan TPK sangat memahami apa saja yang menjadi variabel penyediaan data berisiko stunting. Di dalam data berisiko stunting itu ada namanya keluarga PUS (Pasangan Usia Subur) dengan empat terlalu, yakni terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu rapat. Sehingga kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga itu menjadi penting,” kata dia.
Karena itu menurut Irma, TPK harus bisa menyampaikan edukasi supaya calon pengantin tidak menikah terlalu muda. Supaya Pasangan Usia Subur tidak hamil pada usia yang beresiko yaitu pada usia lebih dari 35 tahun.
“Kepada PUS tolong pakai kontrasepsi jangan jaraknya kurang dari satu tahun. Tolong bagi PUS yang sudah mempunyai anak lebih dari dua untuk mempertimbangkan kontrasepsi. Lalu menjamin asupan gizi. Saya yakin TPK juga sudah sangat familiar dengan pemberian makanan tambahan dan ini ada kegiatannya bersama dengan kader Posyandu. Tugas kita mengawal PMT juga melalui kegiatan Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting) dan juga mengawal pemberian ASI Eksklusif terutama bagi bayi usia 0-5 bulan,” ujar dia.
Kemudian selanjutnya memperbaiki pola asuh karena pola asuh ini sangat variatif di masyarakat. TPK harus memahami seperti apa pola asuh yang pada umumnya dipraktikkan oleh keluarga khususnya oleh ibu.
Lalu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. TPK dalam kapasitas ini penting untuk bisa memastikan keluarga berisiko stunting mau datang ke Posyandu. Kemudian memastikan TPPS dapat memfasilitasi agar di Posyandu ada tenaga kesehatan. Lalu tujuan berikutnya meningkatkan akses air minum dan juga sanitasi agar anak-anak tidak terjangkit infeksi. “Untuk menjalankan Pepres (Nomor 72 tahun 2021) ini maka peran TPK ini bisa kita lihat pada rencana aksi nasionalnya,” kata dia.
Pertama pastikan TPK sudah memegang data keluarga berisiko stunting.“Saya sangat paham berapa keluarga berisiko stunting karena saya sudah punya datanya. Dan datanya itu betul-betul mikro jadi kita tahu dimana keluarga berisiko stunting itu tinggal, siapa mereka, kenapa mereka berisiko. Yang kedua ketika TPK sudah memegang data keluarga berisiko stunting, lakukan pendampingan. Dalam pendampingan ini kita bisa lihat, pendampingan catin kah, ibu hamilkah, atau baduta atau balita. Khusus bagi catin kita tulis sebagai satu khusus dalam rencana aksi nasional berdiri sendiri dan ada bahasa frase semua. Karena betapa pentingnya kita juga merangkul para catin di dalam pendampingan TPK,” ujar Irma.
Selanjutnya yang keempat adalah surveillance dari keluarga berisiko stunting. TPK dalam mendampingi yaitu TPK mempunyai alat bantu berupa Elsimil, dimasukkan ke dalam Elsimil ini sebagai alat bantu ini sebagai pengamatan, bahasa surveillance itu pengamatan terus menerus kepada keluarga berisiko stunting. Balita yang sudah stunting tetap di surveillance dilakukan oleh kader posyandu dan TPK.
“Bahwa kita ingat ada variabel dari antropometri pada elsimil baduta jadi kita tahu ini anak termasuk stunting atau tidak,” tambah Dokter Hasto.
Kemudian yang terakhir adalah audit kasus stunting. TPK adalah bagian dari pelaksanaan AKS yang utamanya dilakukan oleh kabupaten dan kota, tutupnya.
Minimal Satu Tim
Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Renta Rego yang juga hadir secara daring dalam sambutannya berkata bahwa ada 1.442 TPK di Maluku.
“Di Provinsi Maluku memiliki 1.201 desa dan kelurahan ini tersebar di 11 Kabupaten/kota dan semua desa dan kelurahan itu sudah memiliki TPK ini minimal satu tim. Tentunya secara keseluruhan ada 1.442 tim yang beranggotakan 4.326 orang. Kita patut bersyukur bahwa dengan segala potensi dan keberagaman konteks serta tantangan di lapangan, TPK di Provinsi Maluku sudah menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah Indonesia untuk menjangkau dan memberikan layanan pendampingan bagi keluarga dan individu yang berisiko stunting,” kata Renta.
Kegiatan Temu TPK se-Maluku ini diselenggarakan untuk memperkuat semangat semua sektor dalam hal komitmen dan peningkatan kapasitas TPK.
Selain itu juga ada tugas dari TPK ini yang perlu didorong dengan kegiatan temu TPK ini yakni pelaporan kepada setiap potensi atau resiko bahkan hasil pendampingan. Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 2 hari. Hari pertama arahan dari Kepala BKKBN, hari ke-2 diisi dengan penguatan dari dokter anak dan ahli gizi. Kemudian akan diakhir juga dengan pentingnya koordinasi dan pelaporan TPK oleh Satgas Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Maluku.
Hadir pada kegiatan ini seluruh Kepala OPDKB Kabupaten/Kota se-Maluku, seluruh satgas stunting baik provinsi dan kabupaten, para PKB, PLKB, P3K serta seluruh TPK di Provinsi Maluku. n
Penulis: Rizky Fauzia
Editor: Kristianto
Tanggal Rilis: Selasa, 14 November 2024
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.