SIARAN PERS BKKBN

Nomor : 1147/M.C/IX/2023-AP

Refleksi Hari Kontrasepsi Di Tengah Penurunan Angka Kelahiran

BKKBN — Setiap tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Kontrasepsi Sedunia. Peringatan ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penggunaan kontrasepsi demi kesehatan reproduksi, pengaturan kelahiran, dan pada akhirnya juga demi pengendalian pertumbuhan penduduk. 

Yang terakhir, pengendalian pertumbuhan penduduk hanya relevan bagi negara-negara dengan pertumbuhan penduduk tinggi, yang umumnya adalah negara berkembang. Namun tidak bagi negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, bahkan Cina yang saat ini justru mendorong warganya untuk lebih banyak melahirkan anak karena pertumbuhan penduduknya terancam minus. 

Namun seluruh dunia sepakat bahwa penggunaan kontrasepsi diyakini meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, dan pada gilirannya keseluruhan populasi. Dengan menggunakan teknik pemodelan, diperkirakan bahwa penggunaan kontrasepsi mengurangi kematian ibu lebih dari 40%. 

Penting digarisbawahi bahwa dampak dari Keluarga Berencana (dalam pengertian penggunaan kontrasepsi dan program-program BKKBN lainnya) tidak semata pada persoalan kesehatan semata, akan tetapi berdampak secara multisektoral dan lintas generasi. 

BKKBN menegaskan komitmennya untuk lebih memperkuat dan memperluas layanan Keluarga Berencana sebagai pintu pertama menuju kesehatan ibu dan anak. Sebagai kepanjangan BKKBN, Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  masih tetap menjalankan amanah untuk melaksanakan pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS) se-DIY. Ini sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan keluarga dan penduduk yang tumbuh seimbang. 

Masih Perlukah Promosi Kontrasepsi?

Tidak sebagaimana provinsi lainnya, DIY memiliki angka kelahiran  terendah bersama DKI Jakarta. Angka Kelahiran rendah tersebut tercermin dari TFR (Total Fertility Ratio) DIY yang mencapai 1,89. Artinya rata-rata wanita usia produktif di DIY sepanjang hidupnya melahirkan kurang dari dua anak. 

Apakah penduduk DIY akan makin lama makin  berkurang dengan TFR sebesar itu? Jawabnya adalah “Ya” kalau tidak ada pertambahan penduduk karena migrasi masuk yang lebih besar dari migrasi keluar. 

Menurut perhitungan, angka TFR yang ideal untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang adalah 2,1. Perhitungan yang dilakukan oleh Macrotrends (https://www.macrotrends.net) angka TFR tersebut akan dicapai Indonesia pada 2030, setelah terus menurun dari 2,2 pada tahun ini. Dan pada 2045, saat Indonesia berupaya mewujudkan Indonesia Emas, TFR terus turun menjadi 1,94.

Mengingat angka kelahiran yang rendah, apakah kebijakan terkait promosi penggunaan alat kontrasepsi di DIY untuk pengaturan (atau pembatasan) kelahiran masih relevan? Mengutip pakar kependudukan UGM Doktor Sukamdi, TFR di DIY bisa terjun sampai 1,6 bila tren penurunan TFR dibiarkan saja. Pemerintah DIY tentunya tidak ingin harus membujuk warganya dengan insentif untuk melahirkan anak minimal dua.

Kontrasepsi tidak semata cegah kehamilan

Kontrasepsi memang mencegah kehamilan, namun bukan hanya itu tujuan promosi kontrasepsi yang dilakukan oleh BKKBN. 

Sebagaimana disebutkan di atas, promosi alat kontrasepsi juga dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Hal itu dicapai dengan menghindarkan kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) dengan pemakaian kontrasepsi dengan benar. 

Selain itu, tugas baru yang diamanahkan kepada BKKBN sebagai leading upaya percepatan penurunan angka stunting mengharuskan BKKBN untuk terus mendorong penggunaan alat kontrasepsi. 

Sebagaimana diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan energi kronik. Walau pada keluarga mampu, stunting juga ditemukan karena pola asuh dan pola makan yang salah

Kebanyakan kekurangan energi kronik pada bayi dan anak terjadi pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah. Pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah inilah paling banyak terjadi kehamilan yang sebenarnya tidak dikehendaki, yang karena kemampuan memberikan asupan gizi tidak optimal maka terjadilah stunting akibat kurang asupan gizi, khususnya protein pada anak.

Contoh KTD adalah kehamilan yang terlalu dekat dengan kelahiran sebelumnya, yang bisa terjadi karena pasangan yang pihak istri baru saja melahirkan tidak menggunakan kontrasepsi. Hal ini tentu akan mengakibatkan anak yang lebih dulu dilahirkan akan menerima ASI dengan kualitas  menurun terkait kehamilan (lagi) sang ibu, yang bisa menimbulkan rosiko stunting. 

Demikian pula saat anak berikutnya lahir, maka pengasuhan dua balita sekaligus tentu sangat merepotkan untuk dapat melakukan pengasuhan.  Termasuk pola pemberian makan yang baik bagi kedua balita yang meningkatkan risiko stunting. Disamping tentu saja meningkatkan risiko bagi kesehatan ibu.

Jadi, penggunaan alat kontrasepsi tetap harus digalakkan. Selamat Hari Kontrasepsi. n

Penulis: FX Danarto SY, SIP, MA 

Editor: Santjojo Rahardjo

Rilis : Senin, 25 September 2023

Media Center BKKBN

mediacenter@bkkbn.go.id

0812-3888-8840

Jl. Permata nomor 1 

Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009  tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.