Inilah Tekad Hasnah Syam, Menjadikan Remaja Aset Bangsa Bebas Stunting

BARRU – Kesuksesan suatu bangsa dapat dilihat dari sejauhmana bangsa tersebut mampu menyiapkan Sumber Daya Manusia mereka sejak dini, yaitu generasi muda yang sehat dan berkarakter sebagai motor pembangunan bangsa di masa mendatang.

Namun kondisi saat ini, bangsa Indonesia masih diperhadapkan dengan masalah stunting yang menjadi ancaman kualitas generasi penerus bangsa. Terlihat dari masih tingginya angka stunting Indonesia yaitu 21,6 persen berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

Melihat kondisi ini, Anggota Komisi IX DPR RI, drg. Hj. Hasnah Syam, MARS bertekad menjadikan remaja Indonesia sebagai aset pembangunan bangsa bebas dari stunting.

“Remaja sebagai aset pembangunan bangsa harus dipersiapkan sejak dini. Bagaimana kesehatannya, pendidikannya dan karakternya. Semua harus disiapkan, dan yang terpenting mereka harus bebas dari stunting,” ujar Hasnah Syam.

Hasnah menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada kegiatan Sosialisasi Pencegahan Stunting dari Hulu bersama Mitra Kerja di Gedung PKG Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru (Sulawesi Selatan), Senin (14/08/23).

Lebih lanjut, Hasnah Syam menyebutkan pencegahan stunting sebaiknya dimulai dari hulu dengan menyasar para remaja sebagai calon pengantin, di mana kondisi kesehatan remaja sebelum menikah sangat berpengaruh pada potensi lahirnya bayi stunting.

“Sangat penting bagi remaja untuk mengetahui apa itu stunting. Apa dampaknya sehingga mereka bisa mencegahnya, karena stunting tidak hanya menyebabkan anak tumbuh pendek tetapi yang paling berdampak adalah otaknya tidak berkembang. Termasuk organ-organ tubuhnya yang lain tidak berkembang sehingga menurunkan tingkat kecerdasan anak dan akan mudah terserang penyakit,” ujar Hasnah Syam.

Dikatakan pula, salah satu penyebab risiko bayi lahir stunting karena pernikahan dini, di mana remaja yang masih dalam tahap pertumbuhan ditambah kondisi kesehatan yang kurang akan mempengaruhi kondisi dan perkembangan janin ketika hamil nanti.

“Usia ibu saat hamil dapat mempengaruhi kondisi bayi yang akan dilahirkan. Wanita yang hamil di usia kurang dari 20 tahun memiliki peluang dua kali lebih berisiko untuk melahirkan anak stunting,” ujar Hasnah Syam.

Hal ini bisa terjadi karena remaja tadi masih dalam tahap pertumbuhan dan masih membutuhkan banyak nutrisi. Ketika hamil maka akan terjadi persaingan berebut gizi antara ibu dengan bayi dalam kandungan. “Kalau tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya, maka bisa-bisa melahirkan anak stunting” sebut Hasnah Syam.

Dalam kesempatan itu, Hasnah Syam mengajak seluruh peserta remaja untuk turut membantu pemerintah dalam pencegahan stunting dari hulu dengan cara tidak menikah di usia dini.

“Kalau remaja kita libatkan dalam upaya pencegahan stunting, Insyah Allah stunting bisa kita tuntaskan dan cita-cita untuk mewujudkan generasi Indonesia yang berkualitas yaitu generasi emas 2045 dapat kita wujudkan,” sebut Hasnah Syam.

Penata Kependudukan dan KB, dr. Indah Nurwulan Ayu Sumantry, SE, mewakili BKKBN Pusat dalam kesempatan ini mengatakan Indonesia setiap tahunnya melahirkan 4,4 juta bayi, dengan angka stunting 21,6 persen. Ini menggambarkan bahwa satu dari lima anak di Indonesia adalah stunting.

“Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita akibat kurangnya asupan gizi dalam lama, infeksi penyakit berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama di 1000 hari pertama kehidupan. “Namun perlu ditekankan bahwa stunting bukan sebuah penyakit tetapi sebuah kondisi anak,” ujar dr. Indah.

Lebih lanjut dikatakan ciri anak stunting yang pertama adalah ukuran panjang dan tinggi badannya lebih pendek dari standar tinggi anak seumurnya. Kedua, menurunnya fungsi kekebalan tubuh anak akibat kurangnya nutrisi dalam waktu berkepanjangan menyebabkan anak mudah sakit diakibatkan infeksi penyakit infeksi berulang.

“Balita bisa diketahui stunting apabila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, namun perlu diketahui pendek belum tentu stunting tetapi stunting sudah tentu pendek. Selain itu, stunting akan mengakibatkan kemampuan kognitif anak menurun, ditandai dengan IQ rendah bahkan di bawah rata-rata seperti anak belum mampu mengucap kata di usia 2 tahun, atau belum bisa makan sendiri di usia 1 tahun,” sebutnya.

Indah menambahkan beberapa upaya yang dilakukan BKKBN dalam pencegahan stunting dengan memberikan edukasi kepada remaja tentang kesehatan reproduksi, gizi, dan penyiapan kehidupan berkeluarga melalui program Generasi Berencana (Genre) dan memastikan setiap remaja tercukupi kebutuhan gizinya, menikah di usia ideal dan tidak melakukan perilaku berisiko, seks bebas yang bisa menyebabkan terjadinya kehamilan berisiko.

“Setiap remaja yang akan menikah, tiga bulan sebelumnya harus memeriksakan kesehatannya. Bila ditemukan kondisi berisiko, maka masih ada waktu untuk memperbaiki kondisi kesehatan calon ibu sebelum menikah,” tutur Hasnah Syam.

Untuk itu, remaja putri hendaknya rutin minum tablet tambah darah selama 90 hari dan makanan bergizi. Termasuk remaja pria juga harus rutin menjaga kesehatan sebelum memasuki masa pernikahan” ujar dr. Indah

Senada dengan dr. Indah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Shodiqin, SH, MM mengatakan stunting bukanlah sebuah penyakit, namun sebuah kondisi akibat kekurangan gizi kronis.

“Kalau sudah stunting sulit untuk dikembalikan. Yang bisa dilakukan adalah mencegah stunting tersebut tidak terjadi. Ini bisa dilakukan sebelum masa prakonsepsi” ujar Shodiqin.

Shodiqin menambahkan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting mengamanatkan BKKBN sebagai koordinator percepatan penurunan stunting di tingkat nasional, di mana dalam pelaksanaannya BKKBN tidak dapat bekerja sendiri sehingga melibatkan multisektor dan multipihak.

“Mengatasi stunting BKKBN membutuhkan dukungan berbagai pihak, karena stunting bukan hanya karna kekurangan gizi tetapi meliputi banyak faktor. Bisa karna sanitasi buruk, juga pola asuh yang salah. Sehingga pencegahan dilakukan melalui pendekatan keluarga dengan menyasar kelompok berisiko yaitu remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan anak baduta,” ujar Shodiqin.

Dalam kesempatan itu Shodiqin memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Barru yang sangat konsen memberikan perhatian terhadap upaya penurunan stunting di Barru.

“Kami melihat upaya penanganan stunting di Kabupaten Barru sangat baik. Terlihat dari kesuksesan Barru menurunkan angka stunting sebesar 12,3 persen yaitu dari 26,4 persen di tahun 2021 menjadi 14,1 persen di tahun 2022,” papar Shodiqin.

Hal ini berkat dukungan Hasnah Syam sebagai Bunda GenRe lewat program pendampingan kepada remaja lewat Forum GenRe dan Duta GenRe maupun inovasi “one egg one day,” ujar Shodiqin.

Lebih lanjut dikatakan, saat ini BKKBN telah bekerjasama dengan Kementerian Agama dalam memberikan pendampingan dan kursus on pemgantin, di mana setiap pasangan yang ingin menikah wajib melaporkan pernikahan tiga bulan sebelumnya.

Hal ini dilakukan untuk pemeriksaan kesehatan dan skrining apakah calon pengantin sehat dan sudah siap untuk menikah dan hamil. Mereka akan dipantau melalui aplikasi Elsimil oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK)

“Lewat aplikasi ini akan dipantau apakah calon pengantin telah ideal untuk menikah, akan di cek lingkar lengan, apakah anemia atau tidak. Setelah itu calin pengantin akan memperoleh sertifikat siap nikah siap hamil,” sebut Shodiqin

Kegiatan ini diikuti 350.000 peserta. Terdiri dari Pengurus Forum GenRe, Duta GenRe Desa/Kelurahan dan Remaja Mallusetasi Kabupaten Barru. Kepala Dinas PMD P3AP2KB, Jamaluddin, S Sos, SH. Kepala Puskesmas, Kepala Desa dan Lurah Kecamatan Mallusetasi. n

Penulis: Andi Munandar Anwar
Editor: Santjojo Rahardjo

Hari, Tanggal Rilis: Selasa, 15 Agustus 2023

Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.