Semarang — Anggota Komisi IX DPR RI Hj. Nur Nadlifah, S.Ag berkomitmen tegas untuk mendukung program percepatan penurunan stunting di Indonesia, hingga prevalensinya berada di angka satu digit. Untuk mencapainya, percepatan penurunan stunting harus dilakukan bersama di setiap lapisan masyarakat.
“Harus bisa satu digit. Tidak boleh masih dua digit. Indonesia itu kepulauan, masyarakatnya luas, kalo 0% sepertinya masih menghayal. Tapi ya kalau Allah sudah menghendaki, ya bisa saja. Intinya kita harus di bawah dua digit,” kata Nur Nadlifah dalam satu pertemuan beberapa waktu lalu di Semarang (Jawa Tengah).
Komitmen percepatan penurunan stunting Nur Nadlifah bukanlah komitmen yang baru seumur jagung. Ia mulai serius terhadap masalah stunting sejak tahun 2005. Sejak awal masuk pimpinan pusat Fatayat NU, ia mengambil isu tentang Kesehatan Ibu dan Anak, serta human trafficking. Diekathui, kesehatan ibu dan anak akan mengerucut pada persoalan stunting, yang kala itu prevalensinya tinggi.
Bagi Nur Nadlifah permasalahan stunting adalah masalah yang harus segera diselesaikan dan perlu kerjasama semua pihak. Masalah yang tidak sederhana, karena masalah ini menyangkut pola hidup, pola fikir, hingga pola perilaku terhadap diri dan anak.
“Maka, kalau ditanya komitmen, saya sangat berkomitmen. Begitu saya dilantik di DPR RI, yang saya ambil adalah komisi IX. Karena di situ urusannya kesehatan dan kesehatan ibu dan anak, kependudukan. Di dalamnya ada stunting,” tegas Nadlifah.
Ia mencontohkan sepak terjangnya di Jawa Tengah, dengan stunting masih di angka 20,8%. Menurutnya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur menjadi barometer pembangunan, maupun perilaku. Maka, jika di tiga provinsi tersebut masalah stunting masih tinggi, itu artinya indikator keberhasilan peningkatan kualitas, juga pembangunan manusia di Indonesia masih rendah.
“Jawa memang harus digempur banget. Tentu dengan tidak meninggalkan daerah daerah lain. Karena Jawa penduduknya paling tinggi. Penduduk yang banyak ini, penanganannya juga perlu yang serius,” kata Nadlifah.
Komitmennya tersebut kemudian terwujud ke dalam program yang ia gerakkan bersama masayarakat. Seperti yang ia lakukan bersama kader Fatayat NU, Muslimat NU. Ia turun bersama, bareng bareng menangani kasus stunting.
“Seperti di dapil saya, di Tegal, Brebes. Di Tegal teman teman fatayat membuat program Sahabat Asuh. Apa yang dilakukan Sahabat Asuh, adalah kader kader mendampingi keluarga yang memiliki potensi stunting. Baik remaja sebelum menikah, yang sedang hamil, dan juga setelah lahir,” ungkap Nadlifah.
Tak selesai di lahir bayi saja, ia pun menjelaskan bahwa kader tetap mendampingi masa pemberian ASI, dan masa pemberian makanan pendamping ASI. Sehingga masa ekslusif ASI salama 6 bulan dipastikan betul dilakukan ibu dengan memberikan ASI kepada bayinya dan ibu mengkonsumsi makanan makanan yang bergizi, agar kualitas ASI nya bagus. Begitu juga pada saat anak sudah dapat makanan tambahan, dipastikan makanan tambahan ini memenuhi gizi.
Kesejahteraan keluarga ibu hamil, ataupun anak berisiko stunting menjadi perhatian Nadlifah. Maka dari itu, lagi lagi rantai penuntasan stunting tidak selesai di pengawalan pemberian ASI dan MPASI saja, Nadlifah tetap mengarahkan kader kader nya untuk memperhatian kondisi ekonomi dari keluarga berisiko anak stunting. Sehingga sikap untuk melakukan treatment penanganan stunting bisa diputuskan.
“Kalau kebetulan di keluarga ini ada kesulitan ekonomi, maka kader kita yang melakukan supply makanan. Menyuapi langsung dari tangan kader kita ke mulut si bayi. Dan alhamdulillah sudah ada pergerakan,” kata Nadlifah
Lain di Kabupaten Tegal, lain pula di Kabupaten Brebes. “Gerakan Sadar Gizi” GERSAGI menjadi program yang dilakukan Nur Nadlifah bersama masyrakat untuk mengentaskan masalah stunting.
“Sebetulnya prinsip kerjanya dari GERSAGI ini sama, cuma namanya beda. Soal nama ini memang tidak kita seragamkan. Kita beri ruang kepada masyarakat untuk berkreasi membentuk gerakan sendiri,” kata Nadlifah.
Kendala sesungguhnya
Aktif turun ke lapangan membuat Nadlifah menemukan kendala sesungguhnya terhadap upaya penurunan stunting. Perilaku masyarakat, kebiasaan hidup tidak sehat, membuat stunting tidak bisa diselesaikan dengan mudah dan cepat. Cita cita lebih besarlah yang kemudian membuatnya mampu menguatkan tekadnya untuk menurunkan stunting, demi Indoensia Hebat, Generasi Emas di tahun 2045.
“Ada beberapa orang yang belum bisa keluar dari habbit nya dia. Misalnya, ada yang bilang saya suka nya makan mie instan, katanya ‘aku kalo ga makan mie, kepala ku itu puyeng. Aku kalo makan mie baru doyan makan’. Padahal mie instan ini dari bumbu nya saja sudah bermasalah. Mie nya butuh waktu lama buat dicerna.”
“Untuk merubah ini, mengganti dengan makan telur itu cukup susah. Alhasil, kita masih selalu dalam tahap menyadarkan masyarakat,” ungkap Nur Nadlifah.
Tak lupa ia pun berterimakasih kepada masyarakat yang mau terbuka, dan mau berubah ke arah yang yang lebih baik. Iapun berharap agar generasi ke depan memiliki daya saing. Generasi untuk 30 40 50 tahun mendatang akan seperti apa, kata Nadlifah, harus ditentukan dari hari ini. Tidak hanya makanannya saja, tapi juga membangun pola fikir dan karakter. Dan semua itu tidak bisa sendiri, harus dikerjakan bersama.
“Kalau hari ini anak kita dikasih makan bener, tidak stunting, tapi tidak memiliki pola fikir yang bener. Maka ke depan ia akan melahirkan anak stunting. Karena fikirannya terhadap kesehatan ini tidak benar. Jadi, tidak bisa hanya ditangani dari satu sisi, harus keseluruhan”, pungkas Nur Nadlifah, Komisi IX DPR RI.
Penulis : Dadang
Editor : Reni/Santjojo Rahardjo
Tanggal Rilis: Jumat, 28 Juli 2023
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.