SIARAN PERS BKKBN
Nomor: 623/M.C/I/2023
Pemprov Sulteng Bentuk Desa Gencar Atasi Stunting
PALU – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di tahun 2022 membentuk desa percontohan yang diberi nama desa siap gencar dan aman stunting yang berbasis pada karakteristik desa atau kewilayahan, dan melaksanakan program didalamnya yang beririsan dengan upaya penurunan angka kemiskinan ekstrim.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Sulawesi Tengah memiliki angka stunting 29,7% atau dari 100 kelahiran, terdapat 3 anak stunting.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prov. Sulteng Tenny C. Soriton, S.Sos.,MM menjelaskan Desa percontohan ini merupakan program kreatif yang dibuat oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tengah yang dipromotori oleh Koordinator bidang koordinasi dan konvergensi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Sulteng yakni Bappeda Sulteng.
“Program ini di desain sebagai role model bagi desa-desa lainnya di Sulteng dalam upaya menurunkan stunting lebih cepat dan efektif. Suatu ide konvergensi dengan keterpaduan intervensi yang tepat akan dilakukan di desa percontohan tersebut. Pendekatannya melihat kondisi desa” ujarnya
Di jelaskan lagi bahwa di tahun 2022 dipilih 6 desa dari 2 kabupaten yang menjadi prioritas karena memiliki angka stunting tertinggi pertama dan kedua di Sulteng berdasarkan data SSGI tahun 2021 yakni Kab Sigi 40.7% dan Kab. Parigi Moutong 31.7%. Dari 6 desa tersebut diantaranya Desa Waturalele, Pakuli, dan Sibalaya Barat di Kab. Sigi dan Desa Marantale, Palasa dan Tuladengi Sibatang di Parigi Moutong.
“Pertama dicanangkan itu bulan agustus di Kab Sigi di desa Waturalele, selanjutnya di Pakuli yang dihadiri Bapak Gubernur beserta wakil bupati Sigi. Kemudian diakhir tahun di bulan November bertepatan dengan hari pahlawan di canangkan lagi di Kabupaten Parigi Moutong di desa marantale, kegiatan konvergensi disana bertemakan Pahlawan Stunting. Di tahun 2022 itu ada 6 desa” lanjutnya.
Dikutip dari paparan materi Kepala Dinas Bappeda Sulteng yang disampaikan oleh Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si pada Rakerda Banggakencana tahun 2022, Desa yang ditentukan sebagai pilot project merupakan daerah yang memiliki tingkat kemiskinan ekstrim tinggi atau persentase pada desil 1 yang tinggi, yang diusulkan oleh kabupaten berdasarkan hasil analisis situasi dan masuk dalam penetapan desa lokus stunting yang di SK kan Bupati.
Desa gencar atasi stunting akan berada di seluruh kabupaten kota, dimana setiap kabupaten akan diidentifikasi 3 hingga 5 desa lokus sesuai proporsi jumlah desa per kecamatan. Setiap desa akan mewakili kategori desa urban, rural dan remote area yang akan diintervensi.
Dalam paparan tersebut, yang dimaksud desa urban adalah kawasan administrative desa yang terletak di dataran landai dengan ciri khas daerah memiliki area pertanian, perkebunan dan atau daerah pesisir dengan ciri khas kampung nelayan tetapi masih memiliki keterbatasan dalam keterjangkauan listrik dan pipanisasi air bersih. Sedangkan desa rural sendiri merupakan kawasan administrasi desa yang terletak di kemiringan/lereng atau pegunungan dengan ciri khas daerah memiliki perkebunan dan atau daerah pesisir yang masih memiliki keterbatasan dalam aksesbilitas jalan, keterjangkauan listrik, pipanisasi air bersih dan blank spot. Adapun desa remote area adalah kawasan administrasi desa atau dusun yang terletak di daerah terpencil, pegunungan, pulau-pulau kecil dengan ciri khas 3T (terpencil, terluar dan terbelakang)
Sementara itu ditemui diruang kerjanya Kamis (19/1/2023), Koordinator bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (ADPIN) Perwakilan BKKBN Sulteng Ruwayah, SE.,MM merinci persentase data stunting dan jumlah RT miskin di 6 desa yang dicanangkan tahun 2022 yaitu Tuladengi Sibatang sebagai desa urban dengan anak stunting sebesar 27.16% dan 18 RT masuk kategori desil 1 atau dalam kelompok kondisi 10% terendah (sangat miskin). Desa Palasa kategoi desa rural memiliki 34% anak stunting dan 154 RT sangat miskin. Desa Marantale kategori remote area dengan 35.96% anak stunting dan 13 RT dalam kondis sangat miskin.
Sementara untuk di Kabupaten Sigi, Desa Pakuli mewakili desa urban dengan 15.38% anak stunting dan 4 RT sangat miskin, kemudian desa waturalele sebagai desa rural memiliki 66.67% anak stunting dan 3 RT pada desil 1 dan terakhir Sibalaya Barat desa remote area dengan prevalensi anak stunting sebesar 31.91 % serta memiliki 32 RT dalam kondisi sangat miskin
“dari informasi yang saya peroleh dari Bappeda, bahwa data per RT miskin untuk desil kemiskinan diperoleh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS by name by adress dan desa yang ditetapkan mendapat bantuan subsidi rumah stunting per KK” ujarnya
Lebih lanjut Ruwayah menambahkan dalam menentukan sasaran desa percontohan stunting, pemprov Sulteng juga menggunakan data keluarga beresiko stunting by name by address hasil Pendataan Keluarga (PK21), yang dipetakan berdasarkan indikator sumber air minum tidak layak, jamban tidak layak, rumah tidak layak huni dan kondisi 4T ( Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak melahirkan)
Dilansir dari data PK21, dari seluruh wilayah di Sulteng, Kabupaten Sigi memiliki persentase terbesar pada indikator sumber air minum tidak layak yakni 18.59% diikuti Parigi Moutong 13.99%. Sementara Indikator jamban tidak layak, Parigi Moutong hanya bertukar posisi dengan Sigi dengan persentase 34.16% dan Sigi 27.47%. Begitupun Indikator rumah tidak layak huni dimana Kabupaten Sigi menunjukkan angka 52.03% di posisi pertama, dan Parigi Moutong dengan 49.81% di posisi ke tiga setelah kab. Banggai Kepulauan.
Ruwayah juga menuturkan pada desa percontohan tersebut dibuat agenda intervensi yang dilakukan seluruh komponen terkait yang terlibat dalam TPPS Provinsi diantaranya, lokakarya tim fasilitator tangguh, pemberian beras multivitamin kepada ibu hamil oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, pemberian KWH Listrik oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada keluarga miskin di desa tersebut, perbaikan jamban layak oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Dan Pertanahan (Perkimtan) kepada keluarga beresiko stunting, pelaksanaan bimbingan teknis penguatan kelembagaan desa terkait percepatan penurunan stunting, cerdas cermat kelompok remaja/ibu rumah tangga dan kelompok tani antar dusun bertemakan stunting, dan lomba pengelolaan pangan lokal (PMT-ASI).
Perwakilan BKKBN Sulteng sendiri setiap pelaksanaan aksi di desa percontohan berperan sebagai koordinator pada kegiatan nonton bareng bertemakan stunting bersama Bappeda dan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Prov. Sulteng.
“kalau BKKBN menggelar nonton bareng di malam hari, tempatnya di lapangan menggunakan fasilitas yang tersedia di mobil penerangan (Mupen). Film yang diputar itu bertemakan stunting atau pernikahan dini. Diakhir film, kita juga adakan kuis beserta hadiah bagi masyarakat yang bisa menjawab pertanyaan, jadi masyarakat antusias” ujar Ruwayah. n
Penulis: Lanny
Editor: Annisa Halimatusyadiah
Tanggal Rilis: 24 Januari 2023
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.