SIARAN PERS BKKBN
Nomor: 446/M.C/XI/2022

Desa di Bali Ini Tidak Ada Satu Pun Kasus Balita Stunting

DENPASAR—Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 berada pada angka 24,4 persen. Prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan angka 37,8 persen dan terendah di Bali 10,9 persen.

Angka prevalensi 24,4 persen ini menunjukkan satu dari empat bayi di Indonesia mengalami stunting atau gagal tumbuh dan berkembang akibat kekurangan gizi kronis.

Namun demikian, di Bali tepatnya di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, tidak ada satu pun kasus balita yang mengalami stunting.

“Kami bersyukur belum ada kasus balita stunting di sini. Kami yakin ini salah satu hasil dari rembug desa,” kata Kepala Desa (Perbekel) Dajan Peken Nyoman Sukanada di sela Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di Desa Dajan Peken, Tabanan, Minggu (13/11).

Desa Dajan Peken berada di Kota Tabanan dengan masyarakat yang homogen. Berdasarkan data dari Puskesmas setempat, saat ini terdapat 475 balita di Desa Dajan Peken. Terdapat 1.304 pasangan usia subur (PUS) dan ada 45 ibu yang sedang hamil.

Aliran air bersih dari PDAM setempat didukung dengan sanitasi yang baik, telah mendukung upaya pengendalian stunting di yang dipimpinnya itu. Ia juga mengalokasikan anggaran dari Dana Desa untuk program pemenuhan gizi balita dan ibu hamil.

Desa Dajan Peken memiliki 10 Posyandu yang tersebar di delapan dusun. Untuk merangsang kepesertaan posyandu, aparatur Desa Dajan Peken rutin menggelar lomba posyandu dan lomba balita sehat.

Menurut Sukanada, Rembug Desa “Rumah Desa Sehat” dua kali setahun ini dilaksanakan sejak 2021 dan fokus membahas pengendalian dan pencegahan stunting. Tema-temanya dinamis, disesuaikan dengan isu-isu kesehatan kekinian.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Tabanan I Nyoman Suratmika mengatakan hasil SSGI tahun 2022 untuk Kabupaten Tabanan menunjukkan angka penurunan.

“Informasinya 9,2 persen. Tapi tunggu hasil resminya dari Pusat. Kami yakin turun (prevalensi stunting) karena berbagai upaya maksimal yang telah kita lakukan,” kata Suratmika.

Menurut Suratmika, pada 2024, prevalensi stunting di Kabupaten Tabanan ditarget 5,4 persen. Pihaknya pun optimis target ini tercapai berkat upaya konvergensi lintas sektor. Selain itu, Pemkab Tabanan telah menerjunkan 1500 lebih sumber daya yang tergabung dalam Tim Pendamping Keluarga.

“Kami amati kasus-kasus stunting yang terjadi didominasi faktor pola asuh. Misalnya anak korban perceraian lalu dititip ke neneknya, sama pembantu dan lainnya,” kata dia.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bali Luh Gede Sukardiasih mengajak masyarakat menghapus fenomena “sing beling sing nganten” atau tidak hamil tidak menikah yang berkembang di masyarakat padahal itu jelas salah kaprah.

Jika tidak disudahi, fenomena itu menurut Luh De akan memicu lahirnya bayi stunting karena tidak direncanakan. Ia juga menyarankan para ibu memberikan asi eksklusif dan makanan bergizi seimbang bagi buah hati.
“Kalau yang susah makan sayur itu bisa diakali kok. Misalnya kasi dia naget kelor. Jadi ibu itu harus kreatif dan sabar. Katanya kerja untuk anak? Iya kan?,” tegasnya.
Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana mengapresiasi semangat warga Desa Dajan Peken yang meski dalam guyuran hujan lebat tetap antusias mengikuti kegiatan yang menurutnya super prioritas ini.
“Kenapa kegiatan ini sangat penting? Karena berhubungan dengan generasi emas Indonesia menyambut 100 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Bapak Presiden sampai mengeluarkan Perpres,” kata Kariyasa.

Edukasi Faktor Sensitif
Dalam lanjutan Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di Desa Asahduren, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Sabtu (12/11) di Balai Desa Asahduren, ratusan warga setempat diberikan pemahanan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya stunting pada balita, khususnya faktor sensitif.

Faktor sensitif dikelompokkan sebagai pengaruh tidak langsung yang memicu stunting, salah satu contohnya sanitasi dan air bersih di rumah tangga. Demikian dijelaskan Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah Khusus BKKBN Fajar Firdawati.
“Mungkin masih ada yang bertanya, apa hubungannya air bersih dan sanitasi dengan stunting? Padahal ini sangat berpengaruh. Wajib diketahui masyarakat,” kata Firdawati.

Ia mencontohkan, jika ibu hamil atau menyusui mengonsumsi air yang tidak bersih, maka berpengaruh pada kesehatan bayinya. Ini, menurutnya contoh yang paling mudah dipahami masyarakat awam sekalipun.

Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh masyarakat dan tim pendamping keluarga untuk memperkuat intervensi sensitif di rumah tangga keluarga sasaran.

Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan. Intervensi sensitif terbagi menjadi 4 jenis yaitu penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan akses pangan bergizi. n

Penulis: Putu Eka Aristyani
Editor: FAN

Tanggal Rilis: Senin, 14 November 2022

Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.