JAKARTA — Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Tengah terus memperbaiki data terkait keluarga berisiko stunting dengan memaksimalkan peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) di wilayahnya.
Hal tersebut diungkapkan Satgas Stunting Provinsi Jawa Tengah Siti Zulaechah dalam audiensinya dengan Project Manager Sekretariat Stunting Pusat Lindawati Wibowo di ruang rapat sekretariat stunting nasional, Jumat, (28/10/2022).
Dalam audiensinya, Siti mengungkapkan pentingnya kolaborasi pendampingan serta pendataan antara TPK dengan Kader Pembangunan Manusia (KPM). KPM sendiri adalah masyarakat desa yang bekerja membantu pemerintah desa dalam memfasilitasi masyarakat desa untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan sumber daya manusia di desa.
“Kolaborasi satu data stunting di desa ini sangat penting. Kalau kita punya data sendiri di desa mengenai keluarga berisiko stunting akan memudahkan kita untuk bergerak melakukan intevensi. Salah satu caranya lewat kerja TPK dan KPM,” kata Siti.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting di Jawa Tengah adalah 20,9%. Angka tertinggi berada di Kabupaten Wonosobo dengan prevalensi 28,1% dan angka terendah di Kabupaten Grobogan 9,6%. Kendati di bawah prevalensi nasional, Jawa Tengah menjadi satu dari 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting karena jumlah penduduk yang besar.
Siti menuturkan, selama ini permasalahan yang kerap ditemukan adalah soal perbedaan data keluarga berisiko stunting di lapangan secara by name by address. Oleh karena itu pentingnya memaksimalkan peran dan fungsi TPK dan KPM dalam pencatatan data keluarga berisiko stunting.
“Paling enak memang menyasar dari tingkat desa. Kepala desa punya arus komando kepada TPK dan KPM ini kan bisa mencari tau lewat sekretaris desa, mana yang akan menikah, mana yang sedang hamil, mana yang baru melahirkan, mana pasangan usia subur. Kalau datanya dari desa akan jauh lebih tepat,” ungkapnya.
Siti berharap, pendataan keluarga berisiko stunting di setiap desa akan diikuti oleh Satgas Percepatan Penurunan Stunting di daerah lain. Tujuannya adalah untuk mempermudah petugas melakukan intervensi kepqda keluarga berisiko stunting.
“Jadi diharapkan Kepala Desa, TPK, KPM mau duduk bareng membahas ini. Pendataan bisa secara manual dulu di desa nanti diolah lagi secara digital. Harapannya demikian,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Project Manager Sekretariat Stunting Pusat Lindawati Wibowo mengapresiasi dengan baik inovasi yang dilakukan Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Linda, permasalahan terkait data keluarga berisiko stunting ini memang sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak, baik dari pemerintah daerah hingga pusat. Oleh karena itu penyajian data dari desa dengan memanfaatkan peran TPK dan KPM menjadi solusi yang terbaik.
“Karena selama ini kan banyak sekali ego sektoral. Semua punya kepentingan masing-masing. Bayangkan saja, pertama itu TPK mencari kelompok sasaran, ini belum pendampingan yang mana ibu nifas, calon pengantin, remaja, karena ini bukan sesuatu yang statis karena ini kan real time. Ini kan repot banget dikerjakan oleh TPK sendiri,” kata Linda.
Dengan adanya bantuan dari KPM dan perangkat desa, kata Linda, proses pendataan yang dilakukan oleh TPK akan berjalan dengan mudah. Oleh karena itu semua pihak harus berkolaborasi dan duduk bersama membahas hal tersebut.
“Kalau petugas desa kan nggak mungkin ada yang menikah itu nggak tau, ada yang hamil nggak tau. Jadi TPK nggak usah cari-cari lagi tapi sudah ada notifikasinya dari tim pendataan desa. Dengan membantu TPK menemukan kelompok sasaran itu bagus,” imbaunya.
Linda menambahkan, nantinya data di desa akan diperkaya dengan data yang ada di aplikasi miliki BKKBN yakni aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil atau Elsimil mengenai data rekam medik para calon pengantin perempuan.
Namun, sambung Linda, dalam menggunakan data rekam medik ini tentunya harus berhati-hati karena sensitif dan dilindungi oleh Undang-undang mengenai kepemilikan data pribadi.
“Data ini harus hati-hati jangan ada orang lain yang tau. Sebab gini, contohnya saya sakit, even orangtua saya aja mau tau saya sakit apa aja kepada petugas rumah sakit aja nggak boleh loh. Apalagi kalau data ini disebar ke orang lain,” tegasnya.
Linda pun berharap pendataan keluarga berisiko stunting di setiap desa yang dilakukan oleh Satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Tengah dapat berjalan dengan baik dan menjadi pilot project yang kemudian dikembangkan oleh desa-desa lain di seluruh Indonesia. n
Penulis: FBA
Editor: AZS
Tanggal Rilis: Jumat, 28 Oktober 2022
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.