BANJARMASIN—Komisi IX DPR-RI menggelar kunjungan kerja selama dua hari ke Kalimantan Selatan pada Selasa dan Rabu (11-12/10/2022). 

Dalam kunjungan kerja pada masa reses Persidangan I tahun 2022-2023 itu, Komisi IX DPR-RI menyoroti tingginya angka prevalensi stunting serta upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam percepatan penurunan stunting.

“Tadi kita sudah mendengar laporan dari BKKBN dan Dinas Kesehatan bahwa stunting di Provinsi Kalimantan Selatan angkanya (prevalensi) masih sangat memprihatinkan yakni di angka 30 persen. Angka ini masih jauh di atas rata-rata nasional (24,4 persen),” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI Nihayatul Wafiroh dalam sambutannya di Ruang Rapat Aberani Sulaiman, Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru.

Karena itu, Nihayatul meminta Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Kalimantan Selatan untuk serius menangani upaya percepatan penurunan stunting.

“Perlu penangan serius (percepatan penurunan stunting). Permasalahan stunting berkaitan dengan masalah pendidikan, budaya, akses kesehatan, gizi dan sebagainya. Permasalahan stunting sendiri bersifat multidimensional sehingga diperlukan upaya yang komprehensif dan serius,” ujar Nihayatul.

Dalam pertemuan itu hadir Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Kalimantan Selatan Nurul Fajar Desira yang mewakili Gubernur Kalimantan Selatan.

Selanjutnya anggota Komisi IX DPR-RI Sri Melyana mengatakan salah satu aspek yang harus dibenahi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengentaskan stunting adalah membenahi nomenklatur keberadaan BKKBN pada komponen SKPD di level Kabupaten dan Kota.

“Kemudian apa program dukungannya? Tadi BKKBN di dua kabupaten dan kota utuh. Berarti BKKBN di dua kabupaten dan kota itu singkatannya BKKBD (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah). Kemudian 7 (kabupaten dan kota) dengan PPIA. Ini dinasnya seperti rumus kimia BKKBDPPIA macam-macam untuk nama dinasnya saja. Satu dengan 

Dinas Kesehatan, satu dengan Dinas Sosial, berserakan BKKBN ini. Padahal BKKBN adalah leading sector untuk stunting,” kata Sri Melyana.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, tingkat prevalensi stunting di Kalimantan Selatan adalah 30,0 persen. Angka prevalensi ini masih di atas nasional yakni 24,4 persen.

Dari 13 kabupaten dan kota, sebanyak sembilan daerah memiliki prevalensi di atas angka nasional. Prevalensi stunting tertinggi ada di Kabupaten Banjar dengan prevalensi 40,2 persen. Lima kabupaten memiliki prevalensi stunting di atas 30 persen meliputi Kabupaten Tapin (33,5 persen), Kabupaten Barito Kuala (32,4 persen), Kabupaten Balangan (32,3 persen), dan Kabupaten Tanah Laut (31,0 persen).

Sementara itu Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Kalimantan Selatan Nurul Fajar Desira dalam sambutan mewakili Gubernur Kalimantan Selatan menyebut pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu fokus utama kerja Pemprov Kalimantan Selatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

“Alhamdulillah jika kita melihat grafik Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Selatan, maka kita melihat ada peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. IPM Kalimantan Selatan terus meningkat dari 69.05 di Tahun 2016 menjadi 71.28 di tahun 2021. Hal ini penting mengingat fase bonus demografi di Kalimantan Selatan diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2036, artinya kita memiliki kurang dari 10 Tahun untuk meningkatkan kualitas daya saing manusia,” kata Nurul.

Dalam kunjungan kerja Komisi IX DPR-RI itu turut mendampingi Deputi bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan H. Ramlan.

Dalam sambutannya, Teguh mengatakan BKKBN telah melakukan berbagai upaya untuk percepatan penurunan stunting. Di Kalimantan Selatan, menurut Teguh telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat provinsi, kabupaten/kota, Kecamatan hingga kelurahan.

BKKBN juga telah membentuk 3.072 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di tingkat Provinsi Kalimantan Selatan yang masing-masing tim beranggotakan tiga orang terdiri dari bidan, PKK, serta kader KB.

Teguh mengatakan persoalan stunting di Kalimantan Selatan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, baik spesifik maupun sensitif, sehingga penanganannya tidak hanya difokuskan pada perbaikan gizi saja.

“Percepatan penurunan angka stunting di Kalsel saya harap tak hanya berfokus pada aspek gizi, namun juga perbaikan lingkungan,” tambahnya.

Ia berharap dengan adanya kunjungan kerja Komisi IX DPR RI dapat mengadvokasi dukungan politik maupun anggaran untuk penanganan stunting di Kalimantan Selatan.

“Komisi IX bisa mengadvokasi political will pemerintah daerah untuk menurunkan angka stunting di Kalsel,” ujarnya. n

Penulis: RPT

Editor: KIS

Tanggal Rilis: Rabu, 12 Oktober 2022

Media Center BKKBN

mediacenter@bkkbn.go.id

0812-3888-8840

Jl. Permata nomor 1 

Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009  tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.