KUPANG— Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi stunting mencapai 37,8 persen. Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan daerah dengan prevalensi tertinggi yakni mencapai 48,3 persen atau jika dikomparasi adalah satu dari dua balita mengalami stunted.
Karena itu perlu kerja keras dari semua pihak untuk upaya mempercepat menurunkan prevalensi stunting di NTT. Stunting yang merupakan gangguan partumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan tinggi atau panjang badan anak di bawah standard merupakan ancaman bagi masa depan Indonesia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi NTT melakukan monitoring dan evaluasi terhadap upaya percepatan penurunan stunting. Tahap pertama dipilih 10 kabupaten berdasarkan pemetaan masalah yang telah ada di Satgas Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Provinsi NTT yaitu Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Ende dan Nagekeo.
Dari hasil monitoring dan evalauasi upaya percepatan penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Sumba Barat yang digelar di aula Hotel Mananggang, Waikabubak, Senin (03/10/2022), terungkap bahwa sudah dilakukan penimbangan terhadap balita berisiko stunting pada Agustus 2022 lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat drg. Bonar Sinaga mengaku optimistis terhadap upaya yang telah dilakukan dapat menurunkan prevalensi stunting di Sumba Barat secara signifikan.
“Rencananya data hasil pengukuran dan penimbangan terhadap balita akan diumumkan pada tanggal 14 Oktober mendatang,” kata drg. Bonar Sinaga.
Berdasarkan SSGI tahun 2021, prevalensi stunting di Sumba Barat berada pada angka 37,0 persen. Kabupaten Sumba Barat merupakan daerah prevalensi stunting tertinggi ke-10 di NTT.
Para peserta yang hadir sepakat untuk melibatkan semua sektor dalam penanganan stunting. Perlu adanya keterlibatan berbagai sektor. Stunting harus dilakukan/diintervensi secara konvergen, tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Komitmen yang terbangun bahwa seluruh program kerja dari semua stakeholder harus diarahkan ke persoalan stunting.
Selain itu, juga perlu menguatkan kerja sama dengan sektor agama, LSM, atau organisasi masyarakat yang ada di Sumba Barat.
Wakil Bupati Sumba Barat John Lado Bora Kabba selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) memberikan arahan dan penegasan di akhir kegiatan.
“Tujuan utama penurunan stunting perlu dilihat kembali, yakni menjadikan anak-anak menjadi generasi emas. Semua program kerja yang disusun harus diprioritaskan untuk stunting. Data hasil penimbangan harus dipublikasikan tanggal 14 Oktober dan harus segera dilaporkan ke pusat, karena itu adalah dasar dalam melakukan intervensi,” kata John Kabba.
Kegiatan monitoring dan evaluasi percepatan penurunan stunting juga digelar di Kabupaten Nagekeo, Senin (03/10/2022).
Wakil Bupati Marianus Waja, dalam sambutannya mengatakan untuk mengatasi stunting harus menggunakan metode yang benar-benar cerdas dan harus dimulai dari keluarga, terutama peran aktif kedua orang tua.
“Ketika kita omong stunting itu mulai dari remaja putri, calon pengantin, sampai dengan keluarga baru, ibu hamil, bayi di bawah 6 bulan, bayi di bawah 2 tahun dan balita” kata Marianus dalam sambutan di Hotel Pepita – Mbay, Kabupaten Nagekeo.
Marianus menambahkan bahwa, keberhasilan Pemerintah Kabupaten Nagekeo dalam menurunkan angka stunting merupakan kerja sama yang baik dari semua pemangku kepentingan di Kabupaten Nagekeo terutama di bidang kesehatan mulai dari Dinas, Puskesmas, Polindes hingga ke Kader Posyandu. Pemda terus berusaha melakukan berbagai upaya agar bisa menurunkan jumlah stunting di Nagekeo, salah satu upaya adalah menggandeng tokoh agama.
“Ke depan kita akan mengumpulkan Kepala Desa, RT dan Petugas Posyandu, Kepala Puskesmas bersama tokoh agama dan tokoh adat, kita akan omong di sana bagaimana mengentaskan stunting” kata Marianus.
Kegiatan monitoring dan evaluasi juga dilaksanakan di 3 kabupaten lain yaitu Manggarai Barat, Manggarai Timur, dan Sumba Tengah. Rangkaian monitoring dan evaluasi akan dimulai dengan pertemuan dengan bupati atau wakil bupati selaku ketua TPPS tingkat Kabupaten. Tim Satgas Provinsi juga melakukan grup diskusi terarah (FGD) dan rapat TPPS Kabupaten untuk mengoptimalkan kerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), meningkatkan konvergensi dan kerja-kerja yang bersifat kolaboratif dengan berbagai sektor, dan menakar peluang untuk Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) atau Orang Tua Peduli Stunting (OTPS).
Gubernur Nusa Tenggara Timur berkomitmen untuk penurunan Stunting pada akhir periode RPJMD-P Tahun 2023 sebesar 12% -10%, jika bisa nol persen yang akan diperkuat oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi /Kab-Kota sampai ke desa dengan Kelompok Sasaran dan (sumber data) intervensi yaitu: remaja/catin, ibu hamil, ibu nifas, baduta (0-23 bulan) dan balita (24-59 bulan). n
Penulis: IND dan ALF
Editor: KIS
Tanggal Rilis: Selasa, 04 Oktober 2022
Media Center BKKBN
mediacenter@bkkbn.go.id
0812-3888-8840
Jl. Permata nomor 1
Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
Tentang BKKBN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunanan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.